Artikel

Pemerintah Antisipasi agar Ekonomi Indonesia tidak Melemah

Liputan dari Voice Of America - Indonesia, Minggu, 29 September 2013, waktu Washington, DC: 23:31
Terpuruknya nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika serta menurunnya Index Harga Saham Gabungan atau IHSG membuat pemerintah terus bergerak mengantisipasi agar ekonomi Indonesia tidak terus melemah.

JAKARTA — Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan atau BI Rate, Kemenko bidang Perekonomian serta Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi membuat formula baru mengenai upah buruh.

Usai rapat menteri-menteri bidang ekonomi di Jakarta, Jumat, Menko bidang Perekonomian, Hatta Rajasa mengatakan untuk meningkatkan investasi sekaligus menghindari pemutusan hubungan kerja atau PHK, pemerintah akan menerapkan kebijakan upah buruh sesuai kondisi perekonomian di dalam negeri. Menko Hatta Rajasa memaparkan untuk meringankan beban dunia usaha  pemerintah akan membatasi kenaikan upah buruh dengan menetapkan formula upah buruh yang berlaku harus di atas angka inflasi tahunan. MenkoHatta Rajasa menambahkan bahwa rumusannya adalah angka inflasi tahunan ditambah 5 hingga 10 persen sehingga bila inflasi 2013 misalnya mencapai 9 persen, kenaikan upah buruh tahun 2014 berkisar antara 14 hingga 19 persen.

Sementara untuk industri padat karya serta Usaha Kecil dan Menengah atau UKM ditegaskan Menko Hatta Rajasa, kenaikan upah hanya diperbolehkan setengah dari upah perusahaan umum lainnya. Penyusunan formula upah buruh nantinya melalui Instruksi Presiden dan Menteri Tenaga Kerja diharapkan Menko, Hatta Rajasa selesai pekan depan.

Menanggapi rencana penerapan upah buruh baru, Menakertrans, Muhaimin Iskandar mengakui kenaikan upah buruh sepanjang periode 2012 hingga 2013 sebesar 40 persen memberatkan para pengusaha. Akibatnya peningkatkan jumlah PHK tidak dapat dihindari bahkan  beberapa pabrik tutup karena ketidakmampuan perusahaan terhadap beban operasional yang semakin  berat.

Disisi lain untuk meredam kemungkinan pengaruh  pelemahan rupiah terhadap inflasi tahun ini, Bank Indonesia menaikkan BI Rate setelah dilakukan rapat dewan gubernur BI pada Kamis, 29 Agustus 2013, dari  semula 6,5 persen menjadi 7 persen. Secara kumulatif BI sudah menaikkan BI Rate sebesar 1,25 persen sejak tiga bulan terakhir. Pada Juni 2013 BI Rate sebesar 5,75 persen yang sudah bertahan selama 16 bulan akhirnya dinaikkan sebesar 0,25 persen menjadi 6 persen. Kenaikan BI rate berlanjut pada Juli 2013  sebesar 0,5 persen menjadi 6,5 persen hingga pada akhirnya dinaikkan lagi menjadi 7 persen.

Direktur Eksekutif  Direktorat Perencanaan Strategi dan Humas BI, Difi Johansyah mengatakan langkah BI tersebut sebagai respon akibat melemahnya nilai tukar rupiah serta tekanan terhadap inflasi. BI ditambahkannya memprediksi inflasi tahun ini naik dari proyeksi awal sekitar 6,5 persen direvisi menjadi sekitar 8 persen, dan kemungkinan hingga akhir 2013 menjadi sekitar 9,8 persen.

Prediksi inflasi terus meningkat juga disampaikan kepala BPS, Suryamin. Ditegaskannya, harga berbagai komoditas masih menjadi pemicu terjadinya peningkatan inflasi.

Sejak nilai tukar rupiah terus melemah dan berpengaruh kepada seluruh sektor perekonomian, sepanjang pekan ini pemerintah dan BI terus menegaskan telah bekerjasama melakukan berbagai upaya antisipasi.

Empat paket kebijakan ekonomi yang sudah disampaikan pemeritah dan rencananya mulai diberlakukan Senin, 1 September 2013,  yaitu paket pertama berupa keringanan pajak untuk berbagai komoditas sektor industri manufaktur dan pertanian.
Paket kedua, menekan defisit anggaran negara, paket ketiga  memperbaiki tata niaga daging sapi dan hortikultutra serta paket keempat mempercepat dan meningkatkan investasi.


Sementara lima kebijakan diterapkan BI, yaitu memperkuat kerajasama antar Bank Sentral, memperkuat makroprudensial, memperkuat pengelolaan likuiditas, memperkuat stabilisasi nilai tukar rupiah, dan menaikkan BI Rate.

IASB Menjamin IFRS Bersifat Global dan Tidak Memihak


Liputan dari World Standard Setters Conference, London, 15-16 September 2011
Ketua IASB Hans Hoogervorst membuka konferensi penyusun standar akuntansi dunia hari Kamis, !% September 2011 di London, World Standard Setters Conference (WSS) adalah perhelatan tahunan yang diselenggarakan oleh IASB(International Accounting Standard Board) untuk menampung masukan dari penyusun standar akuntansi dari semua negara.  Kegiatan ini dihadiri oleh kurang lebih 150 peserta yang terdiri atas penyusun standar akkuntansi dari 59 negara.



Dalam sambutannya, ketua IASB yang baru mulai menjabat menggantikan Sir David Tweedie Juli lalu, Hans Hoogervorst mengatakan bahwa IASB menjamin bahwa proses penyusunan IFRS (International Financial Reporting Standards) tidak akan memihak pada juridiksi atau negara tertentu.  Walaupun kantor IASB berada di London, namun masukan yang diterima oleh IASB datang dari seluruh penjuru dunia. Jaminan yang diberikan Hans tentunya menenangkan negara-negara Asia, yang selama ini banyak beranggapan bahwa IASB lebih banyak dipengaruhi oleh Eropa dan Amerika Serikat.  "Dengan ancaman krisis ekonomi di Eropa akibat dari krisis keuangan Yunani, kerjasama yang bersifat internasional sangat dibutuhkan.  Penyusun IFRS bukanlah suat proses menara gading yang tidak mendengarkan masukan internasional, sehingga konferensi seperti ini sangat penting untu IASB" demikian ungkap Hans Hoogervorst dalam sambutannya.



Hans juga memberikan apresiasinya kepada negara-negara Asia yang mulai terlibat dalam penyusunan IFRS seperti Malaysia yang membuat riset mengenai Akuntansi Agrikultur dan Korea yang membantu IASB dalam riset mengenai transaksi mata uang asing.  Riset yang dilakukan oleh Malaysia dan Korea membuat kedua topik tersebut diperhatikan oleh IASB dan masuk ke dalam "Agenda Consultation 2011" yang dikeluarkan IASB Juli lalu dan membuka komentar masukan sampai 30 November 2011.

Kegiatan WSS akan berlangsung dua hari yakni Kamis dan Jum'at dan akan mendiskusikan banyak topik seputar perkembangan IFRS di masa depan Indonesia diwakili oleh Rosita Uli Sinaga, Ketua DSAK-IAI (Dewan Standar Akuntansi Negara - Ikatan Akuntan Indonesia) dan Ersa Tri Wahyuni, technical advisor IAI.  Konferensi kali ini sangat penting dan menarik karena IASB baru saja memiliki ketua baru yang dapat mengubah fokus IASB dalam menentukan agenda kerjanya di masa depan.  Didalam sambutannya, ketua IASB juga menyebutkan beberapa negara yang sedang dalam proses IFRS termasuk Indonesia.


"Semenjak Indonesia menjadi tuan rumah IFRS Froum di Bali, Indonesia lebih menjadi perhatian IASB dibandingkan sebelumnya.  Haln ini tentunya sangat baik karena meningkatkan exposure Indonesia di dunia internasional" ungkap Rosita Uli Sinaga merujuk pada suksesnya kegiatan IFRS Regional Policy Forum di Bali pada Mei 2011 yang dihadiri oleh 300 peserta dari 20 negara termasuk ketua dan anggota IASB.
Dalam kongferensi tingkat dunia ini, perwakilan negara yang memiliki permasalahan implementasi IFRS berusaha untuk memberikan masukan kepada IASB agar topik yang diusung oleh negara tersebut menjadi agenda kerja IASB dalam tiga tahun ke depan.  Negara-negara di Ais dan Oceania yang bergabung dalam AOSSG (Asian Oceanian Standard Setters Group) berusaha membuat masukan atas nama grup negara sehingga lebih kuat dan akan lebih diperhatikan.  AOSSG melakukan diskusi tertutup dengan IASB sehari sebelumnya tanggal 14 September untuk membahas masukan-masukan dan concerns dari negara-negara di Aisa dan Oceania terutama untuk standar-standar akuntansi baru IASB seperti instrumen keuangan, Sewa, Pendapatan, Kontrak Asuransi.

Kerjasama regional yang dilakukan oleh AOSSG dan dimulai sejak 2009 menjadi motivasi untuk regional lainnya, memulai kerjasama serupa.  Negara-negara di Afrika pada bulan Mei 2011 membentuk PAFA (Pan African Federation of Accountants) yang memiliki 37 anggota organisasi dari 34 negara.  Sedangkan negara-negara di Amerika Selatan juga membentuk GLASS (Group of Latin American Accounting Standard Setters) pada Juni 2011 yang memiliki anggota dari 12 negara.  Ketua AOSSG, PAFA dan GLASS memberikan presentasi dalam sesi panel hari pertama dalam WSS dan membahas apa yang telah dan akan dilakukan oleh organisasi masing-masing.

"Indonesia sedang dalam masa konvergensi standar akuntansinya ke IFRS dengan target tahun 2012.  Sangat penting bagi Indonesia untuk berpartisipasi dalam kegiatan internasional agar suara Indonesia dapat diperhatikan" ujar Rosita, Ketua DSAK-IAI.  Untuk konferensi kali ini Indonesia mengusulkan beberapa topik menjadi agenda IASB untuk tiga tahun ke depan yaitu standar akuntansi agrikultur, transaksi shari'ah, akuntansi untuk perusahaan tambang dan perminyakan juga akuntansi kombinasi bisnis untuk entitas sepengendali.  Keempat topik tersebut relevan untuk Indonesia yang merupakan negara agraris juga penghasil minyak dan tambang.



Sumber :  http://www.iaiglobal.or.id/berita/detail.php?id=290




SEJARAH SAK
Adanya perubahan lingkungan global yang semakin menyatukan hampir seluruh negara di dunia dalam komunitas tunggal, yang dijembatani perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang semakin murah, menuntut adanya transparansi di segala bidang. Standar akuntansi keuangan yang berkualitas merupakan salah satu prasarana penting untuk mewujudkan transparasi tersebut. Standar akuntansi keuangan dapat diibaratkan sebagai sebuah cermin, di mana cermin yang baik akan mampu menggambarkan kondisi praktis bisnis yang sebenarnya. Oleh karena itu, pengembangan standar akuntansi keuangan yang baik, sangat relevan dan mutlak diperlukan pada masa sekarang ini.

Terkait hal tersebut, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sebagai wadah profesi akuntansi di Indonesia selalu tanggap terhadap perkembangan yang terjadi, khususnya dalam hal-hal yang memengaruhi dunia usaha dan profesi akuntan. Hal ini dapat dilihat dari dinamika kegiatan pengembangan standar akuntansi sejak berdirinya IAI pada tahun 1957 hingga kini. Setidaknya, terdapat tiga tonggak sejarah dalam pengembangan standar akuntansi keuangan di Indonesia.

Tonggak sejarah pertama, menjelang diaktifkannya pasar modal di Indonesia pada tahun 1973. Pada masa itu merupakan pertama kalinya IAI melakukan kodifikasi prinsip dan standar akuntansi yang berlaku di Indonesia dalam suatu buku ”Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI).”

Kemudian, tonggak sejarah kedua terjadi pada tahun 1984. Pada masa itu, komite PAI melakukan revisi secara mendasar PAI 1973 dan kemudian mengkondifikasikannya dalam buku ”Prinsip Akuntansi Indonesia 1984” dengan tujuan untuk menyesuaikan ketentuan akuntansi dengan perkembangan dunia usaha.
Berikutnya pada tahun 1994, IAI kembali melakukan revisi total terhadap PAI 1984 dan melakukan kodifikasi dalam buku ”Standar Akuntansi Keuangan (SAK) per 1 Oktober 1994.” Sejak tahun 1994, IAI juga telah memutuskan untuk melakukan harmonisasi dengan standar akuntansi internasional dalam pengembangan standarnya. Dalam perkembangan selanjutnya, terjadi perubahan dari harmonisasi ke adaptasi, kemudian menjadi adopsi dalam rangka konvergensi dengan International Financial Reporting Standards (IFRS). Program adopsi penuh dalam rangka mencapai konvergensi dengan IFRS direncanakan dapat terlaksana dalam beberapa tahun ke depan.

Dalam perkembangannya, standar akuntansi keuangan terus direvisi secara berkesinambungan, baik berupa berupa penyempurnaan maupun penambahan standar baru sejak tahun 1994. Proses revisi telah dilakukan enam kali, yaitu pada tanggal 1 Oktober 1995, 1 Juni 1996, 1 Juni 1999, 1 April 2002, 1 Oktober 2004, dan 1 September 2007. Buku ”Standar Akuntansi Keuangan per 1 September 2007” ini di dalamnya sudah bertambah dibandingkan revisi sebelumnya yaitu tambahan KDPPLK Syariah, 6 PSAK baru, dan 5 PSAK revisi. Secara garis besar, sekarang ini terdapat 2 KDPPLK, 62 PSAK, dan 7 ISAK.

Untuk dapat menghasilkan standar akuntansi keuangan yang baik, maka badan penyusunnya terus dikembangkan dan disempurnakan sesuai dengan kebutuhan. Awalnya, cikal bakal badan penyusun standar akuntansi adalah Panitia Penghimpunan Bahan-bahan dan Struktur dari GAAP dan GAAS yang dibentuk pada tahun 1973. Pada tahun 1974 dibentuk Komite Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI) yang bertugas menyusun dan mengembangkan standar akuntansi keuangan. Komite PAI telah bertugas selama empat periode kepengurusan IAI sejak tahun 1974 hingga 1994 dengan susunan personel yang terus diperbarui. Selanjutnya, pada periode kepengurusan IAI tahun 1994-1998 nama Komite PAI diubah menjadi Komite Standar Akuntansi Keuangan (Komite SAK).

Kemudian, pada Kongres VIII IAI tanggal 23-24 September 1998 di Jakarta, Komite SAK diubah kembali menjadi Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) dengan diberikan otonomi untuk menyusun dan mengesahkan PSAK dan ISAK. Selain itu, juga telah dibentuk Komite Akuntansi Syariah (KAS) dan Dewan Konsultatif Standar Akuntansi Keuangan (DKSAK). Komite Akuntansi Syariah (KAS) dibentuk tanggal 18 Oktober 2005 untuk menopang kelancaran kegiatan penyusunan PSAK yang terkait dengan perlakuan akuntansi transaksi syariah yang dilakukan oleh DSAK. Sedangkan DKSAK yang anggotanya terdiri atas profesi akuntan dan luar profesi akuntan, yang mewakili para pengguna, merupakan mitra DSAK dalam merumuskan arah dan pengembangan SAK di Indonesia.

Sumber: www.iaiglobal.or.id



Konvergensi ke IFRS di Indonesia
Indonesia saat ini belum mewajibkan bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia menggunakan IFRS melainkan masih mengacu kepada standar akuntansi keuangan lokal. Dewan Pengurus Nasional IAI bersama-sama dengan Dewan Konsultatif SAK dan Dewan SAK merencanakan tahun 2012 akan menerapkan standar akuntansi yang mendekati konvergensi penuh kepada IFRS.
Dari data-data di atas kebutuhan Indonesia untuk turut serta melakukan program konverjensi tampaknya sudah menjadi keharusan jika kita tidak ingin tertinggal. Sehingga, dalam perkembangan penyusunan standar akuntansi di Indonesia oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) tidak dapat terlepas dari perkembangan penyusunan standar akuntansi internasional yang dilakukan oleh International Accounting Standards Board (IASB). Standar akuntansi keuangan nasional saat ini sedang dalam proses secara bertahap menuju konverjensi secara penuh dengan International Financial Reporting Standards yang dikeluarkan oleh IASB. Adapun posisi IFRS/IAS yang sudah diadopsi hingga saat ini dan akan diadopsi pada tahun 2009 dan 2010 adalah seperti yang tercantum dalam daftar- daftar berikut ini.
Tabel 1:
IFRS/IAS yang Telah Diadopsi ke dalam PSAK hingga 31 Desember 2008 
1.  IAS 2 Inventories
2.  IAS 10 Events after balance sheet date
3.  IAS 11 Construction contracts
4.  IAS 16 Property, plant and equipment
5.  IAS 17 Leases
6.  IAS 18 Revenues
7.  IAS 19 Employee benefits
8.  IAS 23 Borrowing costs
9.  IAS 32 Financial instruments: presentation
10.  IAS 39 Financial instruments: recognition and measurement
11.  IAS 40 Investment propert

Tabel 2:
IFRS/IAS yang Akan Diadopsi ke dalam PSAK pada Tahun 2009
1.  IFRS 2 Share-based payment
2.  IFRS 4 Insurance contracts
3.  IFRS 5 Non-current assets held for sale and discontinued operations
4.  IFRS 6 Exploration for and evaluation of mineral resources
5.  IFRS 7 Financial instruments: disclosures
6.  IAS 1 Presentation of financial statements
7.  IAS 27 Consolidated and separate financial statements
8.  IAS 28 Investments in associates
9.  IFRS 3 Business combination
10.  IFRS 8 Segment reporting
11.  IAS 8 Accounting policies, changes in accounting estimates and errors
12.  IAS 12 Income taxes
13.  IAS 21 The effects of changes in foreign exchange rates
14.  IAS 26 Accounting and reporting by retirement benefit plans
15.  IAS 31 Interests in joint ventures
16.  IAS 36 Impairment of assets
17.  IAS 37 Provisions, contingent liabilities and contingent assets
18.  IAS 38 Intangible assets 

Tabel 3:
IFRS/IAS yang Akan Diadopsi ke dalam PSAK pada Tahun 2010
1.  IAS 7 Cash flow statements
2.  IAS 20 Accounting for government grants and disclosure of government assistance
3.  IAS 24 Related party disclosures
4.  IAS 29 Financial reporting in hyperinflationary economies
5.  IAS 33 Earning per share
6.  IAS 34 Interim financial reporting
7.  IAS 41 Agriculture 

Dan untuk hal-hal yang tidak diatur standar akuntansi internasional, DSAK akan terus mengembangkan standar akuntansi keuangan untuk memenuhi kebutuhan nyata di Indonesia, terutama standar akuntansi keuangan untuk transaksi syariah, dengan semakin berkembangnya usaha berbasis syariah di tanah air. Landasan konseptual untuk akuntansi transaksi syariah telah disusun oleh DSAK dalam bentuk Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah. Hal ini diperlukan karena transaksi syariah mempunyai karakteristik yang berbeda dengan transaksi usaha umumnya sehingga ada beberapa prinsip akuntansi umum yang tidak dapat diterapkan dan diperlukan suatu penambahan prinsip akuntansi yang dapat dijadikan landasan konseptual. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan untuk transaksi syariah akan dimulai dari nomor 101 sampai dengan 200. (SY)




  
PSAK Three in One 
Tiga PSAK baru mulai diterapkan secara bersamaan sejak 1 Januari 2008. PSAK apa sajakah itu? Hal-hal apa yang perlu menjadi perhatian penyusun laporan keuangan dan auditor?

Akhir tahun merupakan merupakan waktu sibuk bagi akuntan publik dan para penyusun laporan keuangan. Sebab, pada 31 Desember,  laporan keuangan meng-cut off seluruh aktivitas usaha entitas dan kemudian menginformasikan kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan pada periode lalu dan menginformasikan prediksi kegiatan di masa mendatang dalam suatu laporan keuangan.

Akhir tahun 2008, jika dikaitkan dengan penyusunan atau audit atas laporan keuangan, ada hal yang perlu untuk dipastikan. Jangan lupa mengecek penerapan tiga PSAK yang penerapannya baru dimulai sejak satu Januari 2008. Tiga PSAK tersebut dikenal sebagai PSAK Three in One. Sebab, Dewan Standar Akuntansi Keuangan IAI menerbitkan dan mengesahkan ketiga standar tersebut secara bersamaan. Selain itu, substansi pengaturannya pun saling terkait satu sama lain.
Daftar PSAK Three in One
PSAK Baru
PSAK Lama (yang Digantikan)
PSAK 13 (Revisi 2007): Properti Investasi
PSAK 13 (1994): Investasi
PSAK 16 (Revisi 2007): Aset Tetap 
PSAK 16 (1994): Aktiva Tetap
PSAK 17 (1994): Akuntansi Penyusutan
PSAK 30 (Revisi 2007): Sewa 
PSAK 30 (1994): Akuntansi Sewa Guna Usaha
Perubahan Pengaturan
Berlakunya tiga PSAK revisian tersebut tentu membawa dampak pada perubahan pengaturan perlakuan akuntansi sebelumnya yang didasarkan pada PSAK-PSAK lama. Hal-hal yang perlu diperhatikan oleh penyusun laporan keuangan dan auditor atas perubahan pengaturan untuk setiap PSAK tersebut adalah sebagai berikut:

1.  Perlakuan Akuntansi untuk Properti Investasi
  • Perubahan definisi dari investasi properti menjadi properti investasi.
  • Pengukuran awal properti investasi.
  • Pengukuran setelah perolehan awal (model biaya atau model nilai wajar).
  • Properti yang dikuasai entitas berdasarkan sewa operasi.
2.  Perlakuan Akuntansi untuk Aset Tetap
  • Pengukuran setelah perolehan awal (model biaya atau model revaluasi)
  • Perlakuan akuntansi jika entitas menggunakan model revaluasi.
  • Ketentuan mengenai frekuensi revaluasi aset tetap jika menggunakan model revaluasi.
  • Pengukuran pada saat pembongkaran dan pemindahan aset tetap.
  • Reviu metode penyusutan dan umur ekonomi aset tetap.
  • Reviu jumlah yang dapat didepresiasi (nilai residu).
  • Pendekatan komponen untuk penyusutan.
  • Penentuan biaya perolehan aset tetap yang diperoleh secara grup.
  • Biaya inspeksi besar dan overhaul.
  • Biaya untuk penggantian bagian atau komponen aset tetap.
  • Perlakuan akuntansi transaksi pertukaran aset tetap.
  • Tanggal penghentian pengakuan.
  • Kompensasi dari pihak ketiga atas penurunan nilai aset tetap.
3.  Perlakuan Akuntansi untuk Sewa
  • Pembedaan definisi antara inception dan commencement.
  • Persyaratan dan penentuan klasifikasi sewa (sewa pembiayaan dan sewa operasi).
  • Penentuan nilai kini (present value) dari pembayaran sewa minimum (minimum lease payment).
  • Pengakuan aset sewaan dalam sewa pembiayaan oleh lessee.
  • Pengakuan piutang sewa dalam sewa pembiayaan oleh lessor
  • Perlakuan initial direct cost yang dikeluarkan oleh lessee dalam sewa pembiayaan.
  • Penyusutan aset sewaan dalam sewa pembiayaan oleh lessee.
  • Perlakuan initial direct cost yang dikeluarkan oleh lessor dalam sewa pembiayaan.
  • Pengakuan keuntungan atau kerugian dalam transaksi jual dan sewa balik (sale and leaseback) dalam sewa operasi.
  • Pengakuan keuntungan atau kerugian dalam transaksi jual dan sewa balik (sale and leaseback) dalam sewa pembiayaan.
  • Penerapan ISAK 8: Penentuan Apakah suatu Perjanjian Mengandung suatu Sewa dan Pembahasan Lembih Lanjut Ketentuan Transisi.
Selain dengan beberapa hal tersebut di atas, juga perlu dicermati ketentuan transisi yang diatur dalam setiap PSAK tersebut. Hal-hal yang tidak diatur dalam ketentuan transisi tersebut akan berlaku ketentuan dalam PSAK 25 : Laba atau Rugi Bersih untuk Periode Berjalan, Kesalahan Mendasar, dan Perubahan Kebijakan Akuntansi. (SY)